USD/IDR Tembus di Atas 16.000 setelah Rilis Data IHP AS
- Pasangan mata uang USD/IDR menguat hingga ke 16.030, mengikuti penguatan Dolar AS.
- Indeks Harga Produsen (IHP) AS di bulan November naik ke 0,4% MoM, lebih tinggi dari prakiraan pasar di 0,2%.
- Jumlah pemangkasan suku bunga The Fed di tahun depan diharapkan lebih sedikit, lebih lambat.
Setelah rilis IHP AS yang optimis pada hari Kamis, pasangan mata uang USD/IDR melejit hingga ke 16.030, yang merupakan tertinggi baru sejak Agustus 2024 di perdagangan sesi Asia. Pasangan mata uang ini mengikuti pergerakan Indeks Dolar AS yang kini mencapai 107,07.
Pada hari Kamis Inflasi Indeks Harga Produsen (IHP) AS di bulan November naik ke 0,4%, dengan angka inflasi bulan Oktober direvisi ke 0,3% dari 0,2% MoM, pasar memprakirakannya di 0,2% MoM. Inflasi IHP inti secara tahunan meningkat ke 3,4%, melampaui prakiraan pasar yang mengharapkan kenaikan ke 3,2% dari 3,1% YoY.
Selain itu, Amerika Serikat (AS) merilis Klaim Tunjangan Pengangguran Awal untuk minggu yang berakhir pada tanggal 6 Desember, yang meningkat menjadi 242.000, lebih buruk dari prakiraan yang mengharapkan jumlah sebesar 220 ribu.
Penguatan Dolar AS telah menekan mata uang Garuda, dan karena hal ini ruang kebijakan bagi Bank Indonesia (BI) kemungkinan akan terbatas. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyebutkan dalam pernyataannya bahwa fokus bank sentral saat ini akan tertuju pada kestabilan kurs Rupiah yang terdampak akibat meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global seiring perkembangan politik di Amerika Serikat. BI akan berupaya untuk melakukan intervensi pasar keuangan demi menjaga stabilitas Rupiah.
Pada Pertemuan Tahunan BI pada bulan November lalu, disebutkan bahwa BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 tetap kuat pada kisaran 4,8-5,6%, dan pada 2026 akan terus meningkat menjadi 4,9-5,7% serta memprakirakan inflasi akan tetap dalam kisaran target 1,5% hingga 3,5% hingga tahun 2025.
Menyusul rilis data IHP AS semalam, The Fed kemungkinan akan lebih berhati-hati dan menunjukkan penurunan suku bunga yang lebih sedikit dengan laju yang lebih lambat dari yang diantisipasi sebelumnya. Hal ini terus mendukung kenaikan lebih lanjut dalam imbal hasil obligasi Treasury AS dan mendorong Dolar AS ke tertinggi baru di bulan ini, sehingga berpotensi menekan Rupiah lebih lanjut.
Fokus pasar kini beralih ke hasil dari pertemuan kebijakan moneter FOMC yang akan dirilis pada tanggal 18 Desember, dengan pagi harinya di sesi Asia, Bank Indonesia juga akan merilis keputusan suku bunganya. Alat FedWatch yang dipublikasikan oleh CME peluang 96,4% untuk pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 25 bp di bulan tersebut.